Penyebaran Corona Virus
Disease-19 (COVID-19) telah dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO. COVID-19 telah
menyebar luas ke berbagai
benua dan negara. Pandemi COVID-19 bisa mempengaruhi kondisi psikologis
masyarakat. Pandemi dapat menjadi stressor bagi individu. Stressor merupakan
hal-hal yang menyebabkan stress. Reaksi emosi yang bisa muncul akibat pandemi
COVID-19 misalnya takut, cemas, bosan, frustrasi, marah, depresi, dll.
Mengapa pandemi COVID-19 bisa
mempengaruhi kondisi psikologis seseorang?
1) Munculnya pandemi COVID-19 dapat
dipersepsikan sebagai suatu krisis
oleh individu. Pandemi COVID-19 dapat dikategorikan sebagai situational crisis yaitu krisis yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidakterduga. Dengan adanya persepsi pandemi
COVID-19 sebagai suatu krisis, individu merasakan adanya ancaman terhadap jiwa,
kesehatan, ekonomi, dan aspek-aspek kehidupan lainnya.
2) Individu meraskan adanya uncertainty
(ketidakpastian). Efek dari pandemi yang sedang kita hadapi menimbulkan
dampak seperti kegiatan ekonomi yang tersendat, sekolah diliburkan, kegiatan
pembelajaran yang belum ditentukan pelaksanaannya, tempat ibadah yang dibatasi
penggunaannya (bahkan sempat ditutup), dan kegiatan sosial yang mengerahkan
massa yang tidak diperbolehkan. Dengan pertanyaan utama yaitu “kapan pandemi
akan berakhir?” belum dapat dijawab, maka dampak-dampak tersebut masih akan
kita hadapi sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan. Hal ini lah yang
menimbulkan rasa ketidakpastian bagi individu.
3) Adanya loss of control (kehilangan kendali diri) yang dirasakan individu. Adanya
ancamab, perubahan rutinitas, ketidakpastian, dan pembatasan kegiatan
sosial-religi dapat menimbulkan hilangnya rasa kendali terhadap diri sendiri
dan situasi yang dihadapi. Individu merasa ia tidak mampu berbuat apa-apa untuk
mengendalikan situasi di sekelilingnya dan dampak yang dialaminya. Sebagai contoh,
individu hanya bisa melihat angka pasien positif yang semakin hari semakin naik,
tanpa dapat melakukan apa-apa. Ia juga tidak tahu tindakan yang perlu diambil
untuk tetap mendapatkan penghasilan di tengah tersendatnya kegiatan
perekonomian.
Ilustrasi dinamika
psikologis yang mungkin terjadi di masyarakat:
Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini
dapat dipersepsikan sebagai suatu ancaman bagi individu dan masyarakat. Selain merasakan
COVID-19 sebagai ancaman bagi kesehatan dan jiwa diri serta keluarga,perubahan drastis dan
ketidakpastian yang terjadi dilingkungan dapat semakin membuat individu merasa terancam dengan adanya kemungkinan
berkurangnya pendapatan, kehilangan pekerjaan, tidak mendapat pasokan bahan
kebutuhan pokok, dan tidak mendapat peralatan kesehatan dasar. Muncul reaksi
emosi seperti khawatir, takut, dan cemas. Reaksi emosi yang intens dapat membuat individu
mengalami loss of control (tidak mampu mengendalikan diri dan situasi). Individu dapat
mengambil tindakan
ekstrim untuk
mengembalikan rasa aman dan kontrol dalam dirinya seperti panic buying. Atau dapat mengalami
perasaan helplessnes (tidak berdaya).
Tetapi tidak semua orang akan bereaksi sama. Setiap
orang memiliki cara yang berbeda dalam menganggapi stressor. Cara individu
dalam menghadapi stressor disebut dengan coping
mechanisme. Beberapa contoh perbedaan dalam menghadapi pandemi COVID-19
sebagai suatu stimulus:
1)
Acuh atau Menyepelekan. Individu tidak mempersepsi pandemi sebagai
suatu ancaman atau krisis sehingga tidak menganggap perlu untuk mengambil
tindakan berjaga-jaga atau antisipatif. Individu bisa juga memiliki belief (keyakinan/cara berpikir) akibat
informasi yang salah atau ketidaktepatan dalam memaknai informasi
2)
Berusaha Logis. Individu berusaha membuat dirinya well informed sehingga ia dapat menilai dengan
logis seberapa besar ancaman yang diakibatkan oleh pandemi dan berusaha untuk
mengambil keputusan berdasar data-data atau informasi yang ia kumpulkan.
3)
Panik atau Cemas. Individu menilai pandemi sebagai situasi yang
sangat sulit untuk dihadapinya. Coping
mechanisme berkutat pada suasana emosi, belum menyasar pada problem focused coping.
Coping stress
yang
baik perlu menyasar pada kondisi emosi yang dirasakan dan fokus pada
menyelesaikan permasalahan. Coping stress
yang tepat dapat berdampak positif tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi
juga bagi keluarga, orang di sekitar, dan masyarakat secara luas. Acuh atau
menyepelekan bukan pilihan bijak karena selain dapat mengancam keselamatan diri
dan lingkungan, juga dapat menyebarkan belief
yang salah terkait COVID-19 sehingga dapat menurunkan kewaspadaan
masyarakat.
Panik dan cemas juga memiliki dampak negatif bagi
diri sendiri dan lingkungan, yaitu:
1)
Menurunkan daya tahan tubuh (imunitas) terhadap penyakit
2)
Dapat mengubah pola hidup sehat (mengurangi nafsu makan, tidak
bisa tidur, makan berlebihan, konsumsi alkohol/obat-obatan, dll) yang berujung
pada menurunkan daya tahan tubuh
3)
Keluarga dan orang terdekat bisa ikut cemas dan panik (terutama
anak-anak dan remaja)
4)
Dapat memperburuk penyakit kronik yang dimiliki sebelumnya
Bagaimana coping
mehanisme yang tepat dalam menyikapi pandemi? Klik di sini untuk membaca
lebih lanjut.
Novita, M. Psi, Psi
Daftar Pustaka
APA.2020. Keeping Your Distance to Stay Safe. Diakses dari https://www.apa.org/practice/programs/dmhi/researchinformation/social-distancing
APA. 2020. Five Ways to View Coverage of the
Coronavirus. Diakses
dari https://www.apa.org/helpcenter/pandemics
Greenbaum, Z. 2020. Psychologist Lead Innovative Approach to
Tackle Psychological Toll of COVID-19. 10 Maret 2020. Diakses dari https://www.apa.org/news/apa/2020/03/psychologist-covid-19
Morin, K. C. A., 2020. Psychological
Crisis Types and Causes. 23 Januari 2020. Diakses dari www.verywellmind.com/what-is-a-crisis-2795061
Robinson, B. 2020. The Psychology of Uncertainty: How to
Cope with COVID-19 Anxiety. 12
Maret 2020. Diakses dari https://www.forbes.com/sites/bryanrobinson/2020/03/12/the-psychology-of-uncertainty-how-to-cope-with-covid-19-anxiety/#1fd0cac1394a
Tidak ada komentar :
Posting Komentar