Pada artikel sebelumnya mengenai
pendidikan anak usia dini berbasis komunitas, telah diuraikan mengenai KelasBermain Gemintang (RBG) yang dikelola dengan cukup profesional. Kali ini Kariry
berkesempatan untuk mengulas wadah sejenis yang juga berbasis komunitas yaitu
Tadika An-Nur. Berikut petikan wawancara dengan Novita salah satu pengelola dan
pengajar Tadika An-Nur (yang juga merupakan founder
Kariry).
***
Q: Bisa diceritakan awal berdiri dan motivasi dari lahirnya Tadika
An-Nur?
A: Awal mula lahirnya Tadika
An-Nur sebenarnya sederhana, dari perbincangan ringan ibu-ibu yang tinggal di
cluster kami. Cluster kami bisa dibilang masih baru, sehingga belum ramai
dengan kegiatan kemasyarakatan. Untuk kegiatan pendidikan anak sendiri, pada
waktu itu sudah ada belajar mengaji. Akan tetapi diadakan pada malam hari
selepas waktu Maghrib hingga Isya, guna memfasilitasi anak yang sudah sekolah
dasar (SD) yang memiliki jadwal sekolah sampai sore hari. Sebagian besar warga
cluster memang keluarga muda, sehingga usia anak- anak di sini pun kebanyakan
di bawah 10 tahun. Sebagian orang tua dari anak-anak yang usianya masih kecil,
tidak bisa mengikuti jika mengaji di jam tersebut. Dari latar belakang
tersebut, kami kemudian ingin membuat kegiatan mengaji atau TPQ untuk anak-anak
pra-sekolah. Konsep awalnya, TPQ diselingi dengan kegiatan edukatif. Karena kami
memahami pentingnya kegiatan edukatif di masa-masa yang termasuk golden age bagi tumbuh kembang anak ke
depannya. Dari perbincangan tersebut, maka kami mulai mencari warga yang
bersedia mengajar.
![]() |
Senam Angin dalam Tema "Mengenal Angin Tornado" |
Q: Artinya ruang lingkup dari Tadika terbatas untuk lingkungan cluster
saja?
A: Betul. Dari awal terbentuknya
yaitu sekitar Agustus 2018 hingga sekarang berjalan satu tahun lebih, kami
memang membatasi kegiatan Tadika untuk anak-anak di cluster kami saja. Konsep Tadika
memang dari, oleh, dan untuk warga cluster.
Q: Apa tidak ada anggapan bahwa Tadika menjadi tertutup?
A: Sebenarnya tidak tertutup ya. Begini, Tadika sifatnya informal dan
tidak mengikat. Artinya kami lakukan ketika kami bisa, karena tiap individu
punya prioritas masing-masing. Oleh karena itu, kami selaku sumber daya manusia
yang mengelola aktivitas belajar Tadika, belum berani untuk menerima siswa atau
peserta dari luar cluster karena kami sadar bahwa kapasitas kami belum sampai
pada tahap tersebut. Daripada dipaksakan tapi tidak optimal, maka kami
maksimalkan terlebih dahulu yang sudah berhasil berjalan. Jadi kami
memposisikan diri sebagai fasilitator untuk anak-anak di sini, di mana kami
memfasilitasi mereka dengan kegiatan edukatif.
![]() |
Belajar Sholat |
Q: Bisa diceritakan perjalanan Tadika hingga sampai pada saat ini?
A: Perjalanan Tadika bisa
dikatakan learning by doing. Bermodal
niat dan "jalani dulu". Bahkan konsep kegiatannya berubah dari awal
diselenggarakan. Semula Tadika kami adakan lima hari seminggu dari Senin-Jumat.
Kegiatan utamanya adalah mengaji atau belajar membaca iqro’. Diselingi dengan kegiatan lain seperti mewarnai, story telling, dan membuat hasta karya. Di
luar dugaan kami, ternyata orang tua yang lebih antusias kebanyakan yang memiliki
anak berusia di bawah lima tahun sehingga komposisi siswa nya lebih banyak yang
berusia 3-5 tahun daripada yang 5-7 tahun. Tiap usia anak tentu memiliki
karakteristik yang khas, di mana pada usia 3-5 tahun daya konsentrasi dan minat
terhadap suatu kegiatan lebih pendek. Anak-anak pada rentang usia ini pun lebih
banyak bergerak dan tidak dapat duduk dalam waktu yang lama.
![]() |
Fun Cooking "Membuat Bola-bola Coklat" |
Merespon kondisi tersebut maka
kami pun merubah isi kegiatan agar bisa merangkul semua kelompok usia. Meskipun
pada teorinya setiap kelompok usia memiliki kebutuhan yang berbeda, akan tetapi
dengan kemampuan kami yang ada saat ini memang tidak memungkinkan untuk memisah
kegiatan berdasar usia. Oleh karena itu, kegiatan yang tadinya lima kali
seminggu kami ubah menjadi sekali seminggu dengan konsep playdate. Kegiatan kami laksanakan sekitar satu jam, dari pukul
16.30-17.30 WIB. Anak-anak bisa datang sendiri maupun ditemani oleh orang
tuanya. Saat ini ada sekitar 16-18 siswa yang datang per pertemuannya. Ada yang
datang sendiri, ada pula yang datang didampingi orang tua.
Q: Apa saja kegiatan playdate yang diselenggarakan oleh Tadika? Apa ada
kurikulum khusus?
A: Untuk kurikulum pernah kami
buat pada saat kegiatannya belum berkonsep playdate,
tapi setelah itu belum kami buat lagi. Saat ini kami lebih ke ide-ide spontan
yang muncul pada minggu tersebut. Meski tidak kami buat sebuah kurikulum secara
sistematis, tapi kami berusaha semaksimal mungkin selalu memasukkan
stimulasi-stimulasi pada ranah-ranah perkembangan yang kami anggap penting pada
setiap pertemuan. Antara lain bahasa, kognitif, religiusitas, motorik halus,
motorik kasar, dan life-skill.
Sebagai contoh pada saat kegiatan
mengenal sayur wortel kami awali dengan berdoa dan membaca beberapa surat
pendek Al-Qur’an kemudian senam kelinci. Pada saat senam kelinci tersebut anak
menggerakkan seluruh badan yang artinya menstimulasi keterampilan motorik
kasarnya. Dalam lagu yang mengiringi senam pun diselipkan kosa kata seperti “telinga
panjang, bulu putih, melompat, telinga bergerak”. Bagi kelompok usia yang masih
kecil, penambahan kosa kata tersebut dapat lebih memperkaya kemampuan berbahasa
mereka. Ranah kognitif kami stimulasi dengan beberapa pengetahuan mengenai
wortel itu sendiri misalnya eksperimen mencampurkan warna dan mencabut wortel. Di
sini kami memberitahukan pada anak bahwa wortel tumbuh ke dalam tanah dan
dipanen dengan dicabut. Kegiatan memarut wortel bisa dikategorikan sebagai
stimulasi motorik halus sekaligus life-skill.
![]() |
Menyelamatkan Hewan dari Kebekuan dalam Tema "Mengenal Ice Age" |
Q: Apakah tidak kesulitan untuk mengajar tanpa kurikulum? Dan apakah
pernah kehabisan ide?
A: Letak kesulitannya memang
mencari ide tema dan kegiatan. Kalau dibilang kehabisan ide, sepertinya belum
pernah. Lebih ke bingung menentukan. Dengan era teknologi dan media sosial yang
sudah sangat berkembang saat ini, materi dan ide mengajar sudah sangat mudah
ditemukan. Bertebaran di mana-mana. Jika mengajarnya setiap hari, mungkin akan
kelabakan tanpa adanya kurikulum. Tapi sejauh ini, karena pertemuannya seminggu
sekali maka kami punya waktu 5-6 hari untuk mempersiapkan. Jadi lebih santai
dan enjoy.
Meskipun demikian, saya akui
memang akan lebih baik lagi jika kegiatan belajar mengajar beradasarkan suatu
kurikulum. Dengan adanya kurikulum pengajaran antara minggu satu ke minggu
berikutnya ada kesinambungan. Kalau dalam istilah psikologi pendidikan, ada sequence
(alur). Sequence ini akan
berpengaruh pada penerimaan peserta didik terhadap suatu materi. Mungkin nanti
ketika kami sudah bisa memprioritaskan waktu untuk menyusun kurikulum, maka
kami akan berusaha untuk membuatnya.
![]() |
"Ice Age" |
Q: Apakah kegiatan Tadika termasuk profitable?
A: Kalau secara materiil, tidak. Kami
mengenakan biaya pendaftaran sebesar Rp 20.000,00 pada saat pertama kali masuk
dan infaq sebesar Rp 2.000,00 per
pertemuan. Itu untuk mengganti media belajar yang dipakai anak bermain atau snack ringan yang diberikan sebagai reward untuk anak-anak. Kalau untuk
pengajarnya sendiri kami free karena
memang tidak ada biaya transportasi atau apapun. Kami pun melakukan secara suka
rela.
Q: Apakah cukup untuk membiayai kegiatan Tadika selama ini?
A: Sejauh ini masih cukup. Bahkan
kas kami masih ada saldo, artinya kondisinya tidak defisit kalau ditilik dari
kacamata keuangan. Mungkin karena kegiatannya dilakukan di lingkungan sendiri
dan kami sebisa mungkin memanfaatkan barang-barang yang sudah ada di rumah
(tidak perlu membeli). Ketika ada alat yang diperlukan pun, kami meminta
anak-anak membawa sendiri dari rumah. Untuk kegiatan outing (meski baru satu kali kami selenggarakan), maka kami tarik
lagi biaya sesuai yang dibutuhkan per anak. Untuk keperluan lain seperti
seragam, kami dibantu oleh RT.
Q: Apa harapan untuk Tadika ke depannya?
A: Pertama, kami harapkan Tadika
bisa konsisten. Meski kegiatannya masih sederhana, yang penting konsistensinya
terjaga. Sejauh ini kami sangat senang karena Tadika direspon positif oleh para
orang tua dan siswa. Kami berharap Tadika benar-benar mendatangkan manfaat
untuk semua yang ikut. Kedua, semoga Tadika bisa dikelola lebih profesional
lagi. Bukan dalam artian dilembagakan secara formal, tetapi kami bisa lebih
tertata dan sistematis dalam menjalankan kegiatan.
***
Ulasan mengenai Tadika An-Nur di
atas dapat menunjukkan bentuk lain dari pendidikan usia dini berbasis
komunitas. Pengelolaan Tadika An-Nur menunjukkan bahwa tidak harus mengeluarkan dana yang banyak untuk memulai kegiatan pendidikan anak usia dini berbasis komunitas. Kegiatan dapat dirancang secara sederhana menyesuaikan dengan anggaran yang ada. Bagi yang ingin membentuk pendidikan usia dini berbasis komunitas dapat membaca lebih lanjut langkah dan saran dalam membentuk
pendidikan usia dini berbasis komunitas di sini.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar