Kesadaran akan pentingnya
kegiatan stimulasi dan edukasi pada usia dini semakin menunjukkan trend yang positif di kalangan
masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin bertambahnya
kegiatan yang menjadi wadah bagi stimulasi anak usia dini, baik yang bersifat
formal maupun informal. Kariry berkesempatan untuk berdialog dengan founder dari salah satu kelas bermain di
daerah Bekasi yaitu Rumah Bermain Gemintang (untuk selanjutnya kita singkat dengan RBG). Berikut petikan wawancara
dengan Devita Septiani Nursalim yang merupakan psikolog klinis dan sekarang
aktif sebagai dosen.
***
Q: Bisa diceritakan awal berdiri dan motivasi dari lahirnya RBG?
A: Gagasan membentuk RBG itu mulai muncul dari sekitar April 2018. Gagasan
tersebut berasal dari kami berempat yang kemudian menjadi founder dari RBG. Kami berempat memiliki latar belakang yang
berbeda. Saya yang psikolog, ada yang berpengalaman mengajar TK, ada yang notaris,
dan satu lagi berlatar belakang komunikasi tetapi memiliki ketertarikan
terhadap pendidikan anak sehingga sekarang sedang mengambil D1 Montessori. Kami
bisa bertemu karena berada dalam satu komunitas yang sama, semacam birth club (kami tergabung dalam WhatsApp group yang bertemakan gentle birth).
Karena kami bertemu dalam birth club ini, maka usia anak-anak kami
pun tidak terpaut jauh. Bisa dibilang sepantaran (peer age). Ketika anak-anak kami sudah menginjak usia setahun
lebih, kami mulai tertarik mencari kegiatan-kegiatan stimulasi seperti yang
dilakukan oleh Rumah Dandelion. Sayangnya sulit sekali menemukan
kegiatan seperti itu di area kami. Bertolak dari hal tersebut, kami kemudian
terdorong untuk membuat kegiatan serupa dan kami sendiri yang running. Setelah kami diskusikan
berempat selama sebulan, Mei 2018 kami siap running
class. Kami juga sounding ke orang
tua lain yang berada di birth club. Ternyata
ada beberapa yang tertarik, sehingga jumlah siswa pada saat kami memulai adalah
10 orang yang berasal dari birth club.
![]() |
Sumber: @rb.gemintang |
Q: Apa konsep dari RBG itu sendiri?
A: Kami tidak menyebut RBG
sebagai sekolah, kami mengonsep ini sebagai suatu kelas stimulasi. Dengan frekuensi
pertemuan yang satu kali seminggu, dampak yang bisa diberikan RBG belum bisa
sebesar sekolah yang jumlah pertemuannya lebih banyak dan panjang. Kami memposisikan
RBG sebagai mitra orang tua. Dalam sharing
session dengan orang tua, kami bagikan ide-ide bermain yang dapat dilakukan
di rumah mereka sendiri. Orang tua sebagai fasililator anak selama bermain
seminggu ke depan di rumah. Kami juga mengadakan kontrak belajar, bahwa
kegiatan yang dilakukan di RBG akan semakin optimal jika orang tua juga
mengulang-ulang kembali di rumah dengan anak-anak. Jadi kami tekankan
pentingnya peran orang tua.
Q: Bagaimana gambaran kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh RBG?
Apakah RBG membuat kurikulum sendiri atau mengacu pada panduan lain?
A: Kegiatan RBG dilaksanakan satu
minggu sekali dengan durasi sekitar dua jam, yaitu pukul 09.00-11.00 WIB. Untuk
tempat dilangsungkannya kegiatan, kami dipinjamkan satu rumah oleh keluarga
dari salah satu founder. Panduan kegiatan,
kami buat sendiri. Kami mengumpulkan berbagai teori dari beberapa buku dan
sumber seperti KPSP, Rumah Dandelion, buku psikologi perkembangan, dan
sebagainya. Dari teori-teori yang kami kumpulkan tersebut, kami breakdown lagi ke dalam indikator tumbuh
kembang per kelompok usia atau kelas. Di RBG ada tiga kelas yang kami bagi
berdasar kelompok usia yaitu 18-24 bulan merupakan Kelas Bintang Kecil, 24-36
bulan merupakan kelas Kelas Bintang Besar, dan 36-48 bulan Kelas Bintang
Kejora. Indikator-indikator berdasarkan kelompok usia ini pula yang dijadikan
laporan perkembangan atau report yang
diberikan kepada orang tua setiap satu term.
Satu term di RBG adalah selama 3
bulan.
![]() |
Sumber: @rb.gemintang |
Kegiatan-kegiatan RBG tiap minggu
kami ambil beradasarkan dari kumpulan indikator. Indikator-indikator tersebut
mewakili empat aspek besar yaitu kognitif, motorik halus, motorik kasar, bahasa,
dan sosial kemandirian. Sehingga dalam satu kali pertemuan, kami selalu
libatkan lima aspek ini ke dalam kegiatan bermain. Dalam running kegiatan, kami sebisa mungkin tidak meninggalkan fitrah
anak-anak. Sebagai contoh dari fitrah anak-anak yaitu tidak suka duduk di satu
tempat dan lebih senang bersama orang tua. Oleh karena itu, kami gunakan konsep mobile selama bermain. Kami tidak
selalu dalam satu ruangan, tetapi tiap satu circle
time berganti ruangan. Misalnya pembukaan di garasi kemudian pindah ke
teras untuk kegiatan berikutnya. Kami juga merancang kegiatan bermain yang
dilakukan bersama orang tua, bukan anak dilepas sendiri. Karena kembali pada
fitrah anak yang sudah saya sebutkan tadi.
Q: Kalau boleh tahu, apa bentuk lembaga dari RBG?
A: Kalau untuk jenis lembaganya
sendiri, saat ini RBG masih infromal (belum berbadan hukum). Pada awal berdiri,
kami berempat selaku founder iuran
untuk operasional dan membeli media bermain. Saat itu siswa masih terbatas dari
anak-anak anggota gentle birth club. Berawal
dari kekosongan kelas Bintang Kecil (yang sudah beranjak usianya dan masuk
kelas Bintang Besar), maka kami memutuskan membuka untuk umum. Saat ini ada 10
siswa Kelas Bintang Kecil dan 10 Kelas Bintang Kejora. Kemudian ada dua
pengajar dan satu orang yang mengurusi opersional. Kami mengenakan biaya
600-700an ribu rupiah untuk yang mendaftar satu term (tiga bulan). Meskipun kami mengenakan biaya, tetapi tidak
dapat dikatakan kami mendapatkan profit (laba) ya. Biaya pendaftaran tersebut kembali lagi ke anak-anak karena
dipergunakan untuk mendanai kegiatan bermain dan transport pengajar.
Q: Apa perkembangan dari RBG setelah satu tahun lebih berdiri?
A: Kami tidak mengira peminat RBG
cukup banyak. Dari bertambahnya jumlah peminat ini, kami juga mengadakan
pengembangan dari sisi sistem dan pengajaran. Saat awal masuk kami adakan
skrining terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk mengetahui kebutuhan
masing-masing siswa. Dari skrining ini kami mendapati bahwa ada tiga siswa kami
saat ini yang mengalami speech delay.
Berdasar hasil tersebut maka kami bisa memberikan rujukan bahwa siswa sebaiknya
diterapi, tetapi di tempat lain karena kami sendiri belum memiliki ahli untuk
melakukan terapi. Kami tekankan bahwa terapi adalah nomer satu atau utama,
sedangkan kegiatan RBG adalah penunjang. Hasil skrining juga dapat membantu
kami untuk merancang kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
![]() |
Melatih Ketangkasan |
Q: Apa harapan untuk RBG ke depannya?
A: Harapannya RBG bisa menjadi
lembaga yang lebih profesional lagi. Kami ingin menjadi sekolah formal yang
berbadan hukum dan memiliki surat ijin. Sehingga kami benar—benar bisa menjadi salah
satu referensi bagi orang tua yang mencari kegiatan edukatif bagi anak. Meski demikian,
kami ingin tetap mempertahankan konsep dasar kami, yaitu stimulasi sesuai usia
anak.
Saya sendiri juga berharap
setelah kami berempat bisa berkumpul lagi (karena saat ini ada yang sekolah
lagi, di luar kota, dan ada juga yang akan melahirkan), kami bisa lebih
berkonsentrasi penuh terhadap pengembangan RBG. Kami melihat peluang dan
potensi RBG bisa berkembang lebih besar dan profesional lagi.
Harapan lain yaitu kami ingin
mengembangkan expertise masing-masing.
Sehingga kami bisa lebih mendalami keterampilan yang memang diperlukan dalam
mengelola dan mengajar RBG. Dengan keterampilan yang lebih, kami ingin RBG bisa
semakin terasa manfaatnya, termasuk untuk siswa-siswa inklusi.
***
Perjalanan RBG sangat inspiratif,
kita bisa mengambil pelajaran dari pengelolaan dan pelaksanaan RBG yang cukup
mendetail. Di artikel selanjutnya akan kami ulas kegiatan edukasi berbasis komunitas
yang lain dan bisa juga membaca artikel berikut ini untuk mengetahui langkah beserta tips yang bisa
diikuti oleh bagi yang ingin membuat kegiatan serupa.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar